JEPARA, Lingkarjateng.id – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara, Edy Sujatmiko membantah bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara bersikap arogan dan semena-mena dalam sengketa lahan di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, terkait surat teguran yang dilayangkan kepada AHS.
Sebelumnya, Sekda Edy memberikan surat teguran kepada AHS yang isi surat tersebut memperingatkan dirinya agar melakukan pembongkaran secara sukarela paling lambat tanggal 8 September 2022 karena telah mendirikan Bangunan Permanen di atas Tanah Milik Pemerintah Kabupaten Jepara Hak Pakai nomor 14 yang terletak di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, tanpa seizin pemegang Hak serta tanpa adanya Surat Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dari Pemkab Jepara.
Hal ini, menurut Sekda Edy bukan suatu sikap arogansi. Sekda Edy mengatakan, pemberian surat tersebut sesuai dengan UU dan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan barang daerah. Oleh karena Pemkab berkewajiban mengamankan aset daerah yaitu sudah tercatat sebagai aset daerah secara sah.
“Bisa di cek Pemkab mendapatkan hibah dari PLTU yaitu Hak Pakai Nomor 14 sudah tercatat dalam KIB (Kartu Inventaris Barang, red) kita merupakan aset negara/daerah yang wajib kita pertahankan bisa dilihat di lapangan faktanya sawah atau jalan atau sungai tadi kan fasum (fasilitas umum, red) sesuai dengan undang-undang seorang pihak ketiga ketika sudah membangun fasumnya harus diserahkan kepada pemerintah, baik perumahan atau fasum-fasum lainnya. Untuk fasum yang dimaksud sudah diserahkan tertanggal tahun 2015 dan sudah tercatat dan di situ tidak ada sawah. Jadi mutlak milik Pemda secara sah,” kata Sekda Edy.
Sekda Edy menerangkan, bahwa aset tersebut diperoleh Pemkab Jepara secara sah, baik secara prosedur dan dokumen. Kalau misalkan kemudian ada orang mengatakan dengan istilah diduplikasi dan sebagainya, ia mempersilakan dibuktikan di Pengadilan.
“Secara fakta sudah kita (Pemkab) kuasai dan waktu itu juga sebelumnya sudah dikuasai oleh PLTU puluhan tahun sejak 2011, yang sebelum dikuasai PLTU juga sudah dikuasai oleh pemilik C sebelumnya (perorangan) sejak tahun 1988. Lantas kenapa waktu itu kok tidak ada yang mengklaim kalau itu punya atas nama pemilik SHM (Sri Wulan),” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, jika hendak pembuktian dipersilakan ke pengadilan. Tidak bisa terus mengusir secara paksa tanpa ada pembuktian secara hukumnya. Di Pengadilan pun dibuktikan secara de facto sampai eksekusi dan itu juga tidak bisa langsung dieksekusi.
“Ini ‘kan secara de facto kita menguasai de yuris secara hukum memiliki. Kok ada, orang kok bangun di tengah jalan itu yang salah siapa, harusnya disikapi secara objektif dan bijak. Kalau kita amati itu betul bangunan tersebut cafe atau tidak? Kan ndak, wong pondasinya saja tidak ada galian, ya kan. Jadi, niatnya sudah tidak benar itu hanya ingin menghalang-halangi dan menguasai secara paksa dan itu salah, kecuali masih sawah ya kita liat dulu. Lha ini ‘kan jalan, miliknya dia ‘kan sebelumnya sawah, bukan jalan. Jadi sampai kapan pun saya pertahankan sebagai Pemda,” terang Sekda Edy.
Sekda Edy menyebutkan, pihaknya sudah mengadakan rapat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dan dalam rapat tersebut, Pemprov Jateng sudah siap mendukung Pemkab Jepara untuk mengeluarkan peringatan ketiga yang nantinya berlanjut ke pembongkaran.
“Jadi kita pertahankan, bukan arogan ya, karena kita punya hak dan sudah kita kuasai. Jadi bukan semena-mena menguasai. Jadi secara fakta sudah kita kuasai dan secara hukum itu sudah ada Hak Pakai nomor 14. Kalau mau buka data, silakan di Pengadilan dan kalau tidak terima, silakan mengajukan gugatan. Jadi harus objektif,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sekda Edy menambahkan, sama halnya Alun-Alun atau stadion yang harus dikuasai Pemkab, sesulit apa pun Pemkab kuasai dulu sebelum ada eksekusi pengadilan.
“Jadi tidak ada eksekusi perorangan. Kan gak boleh karena melanggar hukum. Namanya dan juga bangunan di sana tidak ada IMB-nya. Jadi saya mengajak semua pihak untuk berpikir objektif. Kalau arogan dasarnya apa? Kan berdiri di atas tanah milik Pemkab sendiri. Dan kenapa saya mengusirnya, karena dia (AHS) membangun di atas tanah milik Pemkab. Kalau dia (AHS) ingin menunjukkan sertifikat, silakan gugat dulu. Jadi tidak bisa langsung membangun harus ada proses eksekusi ‘kan ada aturannya,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa dirinya bertindak masih normatif, kecuali AHS memiliki bukti sah dikuasai olehnya dan ditempati AHS, kemudian tanpa eksekusi pengadilan pihaknya langsung membongkarnya dengan alat berat, baru itu bisa dikatakan Sekda arogan.
“Saya pun juga nanti sampai ke peringatan ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan mekanisme buka data itu di Pengadilan dan yang mengeksekusi adalah pemerintah (Pengadilan),” jelasnya.
Sebelumnya, lanjut Sekda Edy, sudah ada gugatan dan somasi sebanyak empat kali. Sehingga pihaknya mencurigai sesuatu di balik hal tersebut.
“Ada apa ini? Satu objek dengan bendera yang sama dikibarkan dan ditangani beberapa pihak yang ganti-ganti setiap tahun dari 2017, 2018, 2019 ada dan setiap tahun muncul orangnya berganti-ganti, termasuk AHS,” ujar Sekda Edy sebagai hak jawab Pemkab terhadap pemberitaan-pemberitaan sebelumnya. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Koran Lingkar)