KUDUS, Lingkar.news – Belum lama ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengumumkan enam juru bicara atau jubir muda dari kalangan milenial untuk menghadapi Pemilihan Umum (2024). Mereka adalah Nabilla Hillary yang berlatar belakang sebagai pegiat kesenian, Dira Martamin (pegawai swasta), Nada Fuady (mahasiswi kedokteran), Mikhael Sinaga (pengusaha), dan Didiet M. Fitrah (pegawai swasta), Dide Irawan (vokalis band Hijau Daun).
Satu hal menarik yang cukup mengundang perhatian publik adalah pemilihan juru bicara, yang mana salah satu beragam latar belakang, sementara di masyarakat PKB identik dengan Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan ormas keagamaan.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kudus sekaligus Ketua DPC Fraksi PKB, Mukhasiron menegaskan bahwa PKB bukanlah organisasi keagamaan, melainkan adalah organisasi politik.
“PKB itu ibarat bis, penumpangnya model apa saja dipersilahkan masuk, baik Kristiani, Budha, Muslim, suku Bugis, suku Madura, suku Sunda, baik yang tidak berjilbab maupun berjilbab semua boleh jadi penumpang PKB,” tegasnya.
Mukhasiron menjelaskan, dalam PKB tidak melakukan diskriminasi kepada masyarakat Indonesia yang ingin masuk PKB. Ia juga mengingatkan agar masyarakat dapat membedakan parpol maupun ormas keagamaan.
“PKB itu platformnya terbuka, partai terbuka, tidak hanya umat muslim, namun terbuka untuk semua warga Indonesia. PKB dilahirkan dari ulama untuk bangsa, bukan dari ulama untuk NU, bukan dari ulama untuk warga Muhammadiyah, namun dari ulama untuk Indonesia. Dan di dalam bangsa kita ini berbagai macam, yaitu Bhineka Tunggal Ika,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, PKB sebagai rumah besar NU diisukan mulai meninggalkan identitas keagamaan untuk menjaring suara masyarakat. Namun hal itu ditampik dan diklarifikasi kembali bahwa PKB di samping menjadi rumah besar keluarga besar NU dalam politik, juga menjadi rumah besar bagi warga Indonesia, tidak memandang dari suku ras dan agama.
“Kita terbuka bagi siapa saja. Sebagai contoh PKB di Maluku, Irian Jaya, Papua, itu dari pengurusnya juga banyak yang non muslim, hanya saja tidak banyak terlihat di media. Bahkan ada ketuanya yang non muslim. Karena PKB ini bukan NU, PKB ini dilahirkan oleh NU untuk Bangsa,” ujarnya.
Dalam wawancaranya dengan Koran Lingkar, Mukhasiron berkata bahwa warga NU selama ini bisa berdampingan dengan siapa saja di dalamnya. PKB ini partai terbuka, dipersembahkan untuk bangsa dan negara.
“Partai ini sangat toleran, sebagaimana Gusdur itu bisa berkawan dengan siapa saja. Lagu Mars PKB sendiri yang mengarang orang Katolik, itu sahabatnya Gusdur, mendiang Alfred Simanjuntak,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan, pemilihan jubir dari kalangan muda tak lepas dari pemilih muda pada Pemilu 2024 mendatang. Hampir 54% merupakan pemilih milenial. Karena itu, PKB terbuka bagi kader-kader milenial usia 17 tahun hingga 39. Lanjut Mukhasiron, PKB harus memperhatikan pemilih milenial, para pemuda memiliki banyak hobi, seperti musik, kesenian, dan lain-lain.
“Kita memfasilitasi mereka berupa sarana dan tempat untuk wadah mereka berkreasi beraktivitas mengembangkan bakatnya. Laskar milenial setiap minggu kita tampilkan di DPRD Kudus. Anak muda mudi yang diikuti secara umum, terbuka bagi semua lapisan masyarakat,” imbuhnya.
Ia menambahkan, hampir semua parpol melakukan konsolidasi menjelang pemilu setahun lagi.
“Sebagai strategi, terus terang ke depan pemilih milenial hampir 54 persen, tentu kami harus menggarap para milenial sebagai prioritas, apalagi di media sosial, kita gencarkan juga di sana. Terutama bagi pemilih pemula perlu pendidikan politik, sehingga mereka lebih mengenal politik itu sendiri,” tandasnya. (Koran Lingkar – Lingkar.news)