KENDAL, Lingkarjateng.id – Area tidak jauh dari makam Nyai Sedapu, yang terletak di Dukuh Jagalan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal selalu ramai oleh pedagang kembang sejak pukul 12 siang hingga 5 sore terutama setiap malam Jumat Kliwon.
Sulastri, seorang penjual kembang berusia 60 tahun yang rutin berjualan menjelang malam Jumat Kliwon mengaku tradisi ini telah berlangsung lama.
“Saya jual kembang dengan harga mulai dari Rp 5000. Namun, jika ditambah dengan kembang kantil, harga tersebut naik menjadi Rp 10.000,” kata penjual kembang berusia 60 tahun ini, Kamis, 22 Februari 2024.
Sebagian besar peziarah yang datang ke makam Nyai Sedapu membeli kembang salah satunya dari Sulastri. Penjual kembang asal Kecamatan Kaliwungu ini mengaku banyak peziarah nyekar ke makam yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar setiap malam Jumat Kliwon.
Sulastri menjelaskan dirinya membeli kembang tersebut langsung dari para petani daerah Sumowo. Ia menjual tiga jenis kembang, yaitu mawar merah, mawar putih, dan kembang kantil.
“Varian dan Harga Kembang Mawar merah dibelinya seharga Rp 40.000 per kilogram, sedangkan mawar putih seharga Rp 35.000 per kilogram,” kata Sulastri, pada Kamis 22 Februari 2024.
Lanjut Sulastri, sedangkan harga kembang kantil masih utuh ia jual seharga Rp 3.000 per butir dan kantil yang sudah mekar seharga Rp 1.500 per butir.
“Saya menjual kembang kantil dari harga Rp 2500 sampai Rp 3000 perbutir. Selain itu untuk kembang perbungkusnya campur mawar merah, putih Rp 5000,”katanya.
Menurutnya dagangan yang ia jual setiap malam Jumat Kliwon bisa habis dalam waktu 5 jam.
“Allhamdullah mas laris-laris,”akunya.
Bagi Sulastri, menjual kembang bukan hanya sekadar pekerjaan rutin, namun juga menjadi sebuah bentuk pengabdian kepada tradisi dan kepercayaan masyarakat sekitar.
“Saya merasa bangga bisa berperan dalam menjaga dan merawat makam Nyai Sedapu dengan cara ini,” ungkap Sulastri.
Sementara itu, Kepala Desa Boja, Rofik Anwar, membenarkan bahwa menjelang hari Kamis menuju Jumat Kliwon, warganya memang ramai berjualan kembang di sekitar makam Nyai Sedapu.
Rofik Anwar juga menjelaskan bahwa pengembangan wisata religi di desanya memiliki potensi besar. Banyak ibu-ibu yang berjualan makanan gorengan dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mendapat dampak positif dari kunjungan peziarah.
“Makam Nyai Sedapu dianggap sakral oleh peziarah dari berbagai daerah. Mereka datang untuk berdoa agar keinginan mereka terkabul,”ujar Kepala Desa Boja.
Tradisi ziarah ke makam Nyai Sedapu sudah berlangsung selama puluhan tahun dan terus menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat. (Lingkar Network | Robison – Lingkarjateng.id)