Jepara, LINGKAR – Kementerian Kesehatan menerjunkan tim untuk melakukan penelitian jenis virus demam berdarah dengue (DBD) yang menjangkiti warga di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, termasuk jentik nyamuknya, kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinkes Jepara Eko Cahyo Puspeno.
“Tim yang diterjunkan selain dari Kementerian Kesehatan RI, juga ada dari Balai Laboratorium Kesehatan Semarang, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan Salatiga, dan Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Banjarnegara,” ujarnya di Jepara, Senin.
Ia mengungkapkan tim peneliti tersebut mulai terjun ke lapangan selama tiga hari, yakni mulai Rabu (6/3) hingga Jumat (8/3).
Tim peneliti tersebut, kata dia, mengambil sampel darah penderita DBD, kemudian mengambil sampel nyamuk dan jentik nyamuk di lima lokasi penelitian.
Kelima lokasi tersebut, yakni Desa Troso (Kecamatan Pecangaan), Desa Pendo Sawalan (Kecamatan Kalinyamatan), Desa Bugel (Kecamatan Kedung), Desa Karanggondang dan Suwawal (Kecamatan Mlonggo), sedangkan di Kecamatan Jepara Kota di Desa Kuwasen.
Untuk saat ini, kata dia, masih menunggu hasil penelitian karena masih proses menunggu untuk melihat, rota virus untuk membuktikan virus di Jepara jenis yang ganas atau tidak karena penyebarannya begitu cepat dan kematian juga tinggi.
“Sementara penelitian vektor nyamuk untuk mengetahui saat masih dalam bentuk jentik nyamuk sudah mengandung virus DBD atau tidak. Jika iya, tentunya ada transmisi transovarial atau transmisi dari induk ke telur nyamuk. Tentunya berbahaya sekali saat jentik sudah ada virusnya tanpa menggigit penderita,” ujarnya.
Upaya lainnya, yakni dengan pengasapan (fogging) terfokus, yang sebelumnya digelar di Desa Troso dengan melibatkan dari tim Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Semarang, Kemenkes, Balai Besar Laboratorium Salatiga, Banjarnegara, serta KKP Jepara.
Ia juga berharap dukungan semua pihak melalui penguatan komitmen bersama, mulai dari gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara serentak, termasuk melakukan 3M plus mulai dari menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat penampungan air, mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DBD pada manusia.
Sementara tambahannya, yakni menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memeriksa tempat-tempat yang digunakan untuk penampungan air, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi yang ada di rumah, melakukan gotong-royong untuk membersihkan lingkungan secara bersama, meletakkan pakaian yang telah digunakan dalam wadah yang tertutup, memberikan larvasida pada penampungan air yang susah untuk dikuras, serta memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar.
“Kami juga berharap, setiap rumah ada orang yang ditugasi menjadi pemantau jentik. Sedangkan untuk mengawasinya desa bisa membentuk kader pemantau jentik untuk memastikan di masing-masing rumah warga bebas jentik nyamuk atau istilahnya ‘tilik tonggo’ atau menyambangi tetangga,” ujarnya. (Rara – LINGKAR)