Kades Ngampel Kulon Kendal Tolak Keras Lahan Hijau Produktif Jadi Perumahan
KENDAL, Lingkarjateng.id – Kepala Desa Ngampel Kulon Kecamatan Ngampel, Abdul Azis menolak keras pembangunan perumahan di lahan hijau dan produktif di desanya. Penolakan keras tersebut ditandai dengan tidak menandatangani perizinan yang diajukan oleh pihak pengembang. Pengembang dalam hal ini pemilik sawah, meminta bantuan kepada LBH Kendal mendatangi Balai Desa Ngampel Kulon.
Karena menyangkut banyak pihak, kemudian digelarlah pertemuan antara Penasehat Hukum dari LBH Kendal, Kapolsek Pegandon, Kanit dan Reskrim, Kanit Intel Polsek Pegandon serta Perwakilan Camat Ngampel, Babinsa, Babinkamtibmas, Ketua Poktani Pakis Sari, pemilik sawah Asroi serta undangan lainnya, pada Senin, 4 September 2023.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Desa Abdul Azis tetap bersikeras untuk menolak menandatangani surat permohonan izin pendirian rumah yang diajukan pemohon.
“Status tanah adalah pertanian subur dan produktif. Kalau saya izinkan, maka saya ikut menyalahi aturan. Secara RTRW (rencana tata ruang wilayah, red) juga hijau, dan warga sangat keberatan jika dijadikan perumahan. Ini saya punya dasarnya Surat keberatan yang ditandatangani oleh warga masyarakat melalui Poktani Pakis Sari Dukuh,” kata Azis.
Pihaknya juga menyayangkan jika permohonan izin yang disampaikan ke desa adalah izin pendirian rumah. Akan tetapi, perkembangannya terlihat ada beberapa gambar kapling dan luasnya hampir 1 hektar.
“Tanah persawahan yang ada di Dukuh Pakis RT 05 RW 02 Desa Ngampel Kulon Kecamatan Ngampel itu masih lestari dan produktif. Undang-undangnya jelas tidak bisa serta merta bisa beralih fungsi, kecuali untuk fasum (fasilitas umum, red),” lanjutnya.
Azis juga menyayangkan kepada pemilik tanah yang sudah melakukan pengurugan, sedangkan izin belum juga keluar.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani (Poktani) Pakis Sari, Muhtar menandaskan, keputusan kelompoknya terkait dengan surat keberatan yang dikirim ke Kepala Desa Ngampel Kulon. Muhtar dengan tegas tetap menolak lahan tersebut diurug dan menginginkan dikembalikan sebagai tanah sawah kembali.
Warga dalam hal ini Poktani Pakis Sari khawatir, jika dijadikan perumahan akan menggangu dan mencemari sawah terutama limbah rumah tangganya.
“Salah satu pertimbangannya adalah soal limbah rumah tangga yang akan mencemari sawah di sekitarnya, bila tempat itu dijadikan perumahan. Kami menginginkan tanah yang sudah diurug dikembalikan lagi menjadikan sawah,” kata Muhtar.
Di sisi lain, Penasehat Hukum Eko Prayoga mewakili LBH Kendal mewakili pemilik tanah, Asroi menjelaskan bahwa, kliennya bukan seorang pengembang. Asroi pemilik tanah yang akan membangun rumah di atas tanahnya sendiri seluas 4.200 meter persegi.
“Saya heran kenapa membangun rumah di tanahnya sendiri tidak boleh. Padahal yang akan dibangun sebagian kecil dan sisanya untuk ditanam pisang dan bukan dikapling,” kata Eko.
Selain ditanami pisang, tambahnya, ada beberapa luas tanah juga akan dijual dan semuanya untuk biaya pembangunan rumahnya. (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)