SEMARANG, Lingkarjateng.id – Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo menerima audiensi perwakilan buruh se-Jawa Tengah terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2023 di Puri Gedeh pada Jumat, 4 November 2022.
Di awal pertemuan, para perwakilan buruh menyampaikan keinginan UMP naik 13%.
“Ini versi kami. Sebagai terobosan atau masukan untuk Pak Gubernur ketika nanti menetapkan UMP. Kami susun dengan data dan ada tambahan pada rumus,” kata perwakilan dari KSPI Jateng, Aulia Hakim.
Para buruh menginginkan agar penetapan UMP tidak berdasar pada PP Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Di dalamnya, mengatur agar pada pemerintah dalam penetapan UMP-nya memilih berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, buruh juga mengusulkan konsep upah yang disepakati di sebuah daerah. Artinya, antara pemerintah, pengusaha dan buruh, menyepakati nilai yang ditetapkan bersama-sama.
“Tapi Pak Gubernur punya diskresi atau kebijakan untuk kepentingan rakyat di Jawa Tengah. Makanya saya memberi masukan kepada Pak Gub, harus berani lebih untuk menguatkan kesejahteraan buruh tahun 2023 kenaikan UMK,” katanya.
Pada kesempatan itu juga, Aulia mendorong agar Ganjar juga memihak pada rakyat Jawa Tengah terkait investasi. Salah satunya, mengupayakan agar investor sepakat merekrut pekerja lokal daripada pekerja kontrak atau outsourcing.
“Karena mereka masuk sudah digratiskan semuanya. Investasi boleh tapi jangan investasi buta, harus bermanfaat bagi rakyat Jawa Tengah,” ujarnya.
Gubernur Ganjar Pranowo menyampaikan apresiasi pada buruh terkait aspirasinya. Untuk itu, Ganjar telah menyampaikan aspirasi yang diinginkan para buruh ke Kemenaker pada 31 Oktober lalu. Mantan anggota DPR RI itu pun sepakat dengan konsep upah sektoral yang disampaikan para buruh.
“Kenapa? Karena ketentuannya menggunakan PP dan itu tidak kewenangan kami, tapi presiden dengan leading sector-nya Kemenaker,” ujar Ganjar.
Soal usulan lainnya, Ganjar pun sepakat. Dia akan menyampaikan pada pemerintah. Sehingga akan ada pertimbangan untuk merevisi PP Nomor 36 tahun 2021 tersebut.
“Kan enak. Wong sudah mau semua kok dilarang. Saya sepakat dan mendukung, tapi intinya kami tidak tinggal diam. Ketika kawan-kawan bergerak, kita pun juga bekerja,” tegasnya.
Ganjar mengutarakan, besaran yang dikehendaki oleh buruh sebanyak 13 persen.
“Itu sah-sah saja, pengusaha maunya dengan PP saja, ya inilah Gap,” ucapnya.
Dalam audiensi itu, ia pun menilai masukan dari para serikat buruh sangat bagus. Jika buruh, pengusaha dan pemerintah daerah sudah sepakat, maka ia meminta untuk tidak merubah kesepakatan.
“Seperti kasus di Demak, saya setuju, kalau ini diberikan kepada pemerintah dan kita akan mengkoreksi PP-nya, maka itu boleh disampaikan,” tuturnya.
Pihaknya pun mengaku siap mengirimkan surat kepada Pemerintah Pusat untuk menyampaikan kesepakatan dari serikat buruh terkait permintaan revisi PP Nomor 36 Tahun 2021 soal pengupahan minimum.
“Boleh demo, tapi dalam wujud menyampaikan aspirasi dengan benar. Kalau enggak, pusat nanti akan kebingungan dan nanti akan menyampaikan kepada daerah. Selain itu, daerah juga harus mengeksekusi. Termasuk meredam. Kalau kita bisa memitigasi potensi seperti itu, alangkah baiknya kalau semua didengarkan, ‘kan situasi ekonomi sekarang lagi bergerak turbulens, dan inflasi cukup tinggi. Itu jadi pertimbangan,” tandasnya.
Sebagai informasi, dalam PP Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, dalam Pasal 25 tertulis bahwa upah minimum terdiri atas upah minimum provinsi dan kabupaten/ kota yang dengan syarat tertentu ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
Syarat tertentu itu meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten dan kota yang bersangkutan. Sedangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi variabel daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah.
Untuk nilai pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang digunakan dalam formula penyesuaian nilai upah minimum, merupakan nilai pertumbuhan ekonomi atau inflasi tingkat provinsi. Data ini bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik dalam hal ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS). (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)