KENDAL, Lingkarjateng.id – Para siswa berkebutuhan khusus bermain permainan tradisional seperti dakon, grobak sodor, egrang, engklek, bakiak, dan lain sebagainya. Mereka bermain dalam kegiatan Gelar Karya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang digelar oleh Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Kendal di Desa Penyangkringan, Kecamatan Weleri, pada Rabu, 13 Desember 2023.
Dalam kegiatan yang mengusung tema “kolaborasi untuk mewujudkan harmonisasi kebudayaan melalui tembang dan dolanan tradisional” itu, para siswa berkebutuhan khusus juga unjuk kebolehan menampilkan tarian tradisional dan tembang jawa. Karya-karya siswa SLB juga dipamerkan dalam kegiatan tersebut.
Ketua Panitia Gelar Karya P5, Kanafi mengungkapkan bahwa, Gelar Karya P5 menjadi wadah bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mengeksplore keinginan dan bakat yang dimiliki khususnya budaya tradisional.
Selain itu, untuk melestarikan budaya yang hampir punah, misalnya permainan tradisional seperti engklek dan dakon. Tak dapat dipungkiri, kata dia, saat ini anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk main ponsel daripada permainan tradisional.
“Tujuannya adalah berkebhinekaan, terutama untuk mengangkat budaya yang hampir punah. Seperti mainan tradisional engklek dan dakon, karena anak-anak sekarang lebih asik main handphone,” kata Kanafi.
Melalui Gelar Karya P5, pihaknya ingin memberitahukan bahwa permainan tradisional juga menarik dan asyik, bahkan mempunyai beberapa kelebihan seperti menumbuhkan rasa kepedulian antar sesama dan mengasah kecerdasan.
“Jadi melalui kegiatan ini, kita ingin memberitahukan bahwa kita mempunyai permainan yang asik, bisa membentuk karakter anak untuk saling peduli, menjalin kebersamaan, dan untuk mengasah kecerdasan juga,” ungkapnya.
Dirinya berharap, melalui kegiatan ini anak-anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Kendal tetap mengenal dan dapat melestarikan permainan tradisional.
Sementara itu, Kepala SLB Negeri Kendal, Tawar mengatakan bahwa, kegiatan Gelar Karya P5 bertujuan untuk memberikan pembelajaran yang lebih bermakna kepada siswa, dan sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan.
“Misalnya melalui media dakon itu juga banyak materi belajar dan pembelajaran juga sehingga lebih bermakna bagi siswa. Harapan kami, memori anak-anak lebih tertanam dengan pembelajaran dalam bentuk kegiatan,” papar Tawar. (Lingkar Network | Arvian Maulana – Koran Lingkar)