KENDAL, Lingkarjateng.id – Beragam cara dilakukan oleh masyarakat untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Masyarakat Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal memiliki tradisi saling memberi dan bertukar makanan antarsaudara maupun tetangga, yang disebut Weh-wehan.
Weh-wehan berasal dari Bahasa Jawa yaitu “Weh” yang artinya “memberi”. Selain itu, tradisi ini juga disebut “Ketuwinan” yang artinya “berkunjung”.
Masyarakat di Kecamatan Kaliwungu telah turun temurun melakukan Tradisi Weh-wehan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Mereka saling mengunjungi sanak saudara dan saling memberi makanan.
Selain untuk memperingati Maulid Nabi, Tradisi Weh-wehan juga bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan mengajarkan anak-anak untuk menghormati orang yang lebih tua.
Dalam Tradisi Weh-wehan, terdapat sajian khas Kaliwungu yaitu Sumpil. Sumpil terbuat dari bahan dasar beras. Sumpil merupakan makanan sejenis ketupat. Namun, sumpil dibungkus dengan menggunakan daun bambu berbentuk segitiga. Sumpil biasa dinikmati bersama sambal kelapa.
Bagian atas dari sumpil melambangkan hubungan manusia dengan Allah SWT. Sedangkan pada sisi kanan dan kiri sumpil, melambangkan hubungan yang setara antara sesama manusia.
Salah satu sesepuh Desa Kranggan, Kecamatan Kaliwungu Muhammad Arsyad mengatakan bahwa, warga Desa Kranggan akan menyiapkan makanan, jajanan, hingga minuman setiap perayaan Maulid Nabi. Kemudian, makanan hingga jajanan tersebut dibagikan kepada warga lain secara cuma-cuma.
Peringatan Maulid Nabi di Desa Kranggan, Kecamatan Kaliwungu diperingati setiap tanggal 12 Maulud atau tepat pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
“Biasanya, apa pun bentuknya yang diberikan (kepada tetangga atau saudara, red) bakal mendapatkan makanan kembalian meskipun dalam bentuk yang berbeda. Tradisi Weh-wehan ini menandakan kemakmuran dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW,” kata Muhammad Arsyad.
Muhammad Arsyad mengungkapkan, selain makanan atau jajanan, ada berbagai jenis sayuran hingga pakaian yang digantung pada tali secara melintang, yang bisa diambil oleh siapa saja.
“Kemudian nanti malam pembacaan Barzanji atau Maulid Nabi di mushola, dan diakhiri dengan pengambilan jajan-jajan yang digantung di atasnya,” imbuh Muhammad Arsyad.
Dirinya menambahkan, hingga saat ini warga tetap antusias melestarikan tradisi tersebut. Ia berharap, Tradisi Weh-wehan akan terus dilestarikan sebagai ungkapan rasa syukur melalui bersedekah atas nikmat yang diberikan Allah SWT, sekaligus menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. (Lingkar Network | Arvian Maulana – Koran Lingkar)