KUDUS, Lingkarjateng.id – Tradisi Angon Putu merupakan budaya masyarakat di Jawa yang kini mulai jarang dilakukan. Prosesi budaya ini dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh anggota keluarga besar mulai dari anak, cucu, cicit hingga canggah dalam satu keturunan yang digiring atau digembala berkeliling desa.
Setelah semua berkumpul, buyut atau orang yang paling tua akan ‘menggembala’ seluruh anggota keluarga dengan membawa cambuk. Menggembala yang dimaksud yakni menggiring seluruh anggota keluarga berjalan-jalan keliling desa menuju ke tempat yang menyenangkan, seperti pasar.
Salah satu warga yang masih melestarikan tradisi ini yaitu keluarga Mbah Umiah (94). Mereka mengadakan tradisi angon putu di rumah Mbah Umiah yang berada di Dukuh Madaran RT 4 RW 1 Desa Mijen, Kecamatah Kaliwungu, Kabupaten Kudus pada Sabtu, 8 Oktober 2022.
Diketahui, Mbah Umiah telah memiliki 11 anak, 28 cucu, 26 buyut, dan 1 canggah.
“Tradisi angon putu ini bisa digelar oleh sebuah keluarga besar ketika sudah memiliki jumlah cucu sebanyak 25 orang,” kata Cucu ke-14 Mbah Umiah, Muhammad Ardiansyah.
Ia mengungkapkan, keluarga besar Mbah Umiah merasa senang mengadakan tradisi ini karena sudah jarang dilakukan oleh masyarakat. Melalui tradisi ini, kata Ardiansyah, mereka ingin mengumpulkan seluruh anggota keluarga besar bersama.
“Harapannya dengan acara ini bisa mempererat tali silaturrahim, apalagi sejak pandemi kami belum bisa kumpul. Saat ini yang hadir ada 11 anak, kemudian 28 cucu dan 26 cicit dan 1 canggah,” ujarnya.
Ardi, sapaan akrabnya, juga menuturkan bahwa tradisi ini diselenggarakan berbarengan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad. Sehingga, dalam rangkaian acara kali ini juga dilengkapi dengan pembacaan Al-Barjanji.
“Alhamdulillah bertepatan dengan Maulid Nabi juga. Kami sekaligus mengadakan asrokolan atau albarjanji,” ucapnya.
Ia membeberkan, rangkaian acara dimulai dengan pembukaan, bersalam-salaman dengan Mbah Umiah dan pemberian uang saku. Selanjutnya anggota keluarga digiring Mbah Umiah yang menunggangi becak sambil mengayun-ayunkan cambuk sebagai simbol seseorang yang sedang menggembalakan sesuatu menuju pasar.
Namun karena kondisi pasar jauh dan tutup akibat hari libur, mereka digiring menuju sekumpulan pedagang kaki lima untuk membelanjakan uang sakunya. Oleh karena itu, menurut Ardi, angon putu menjadi tradisi yang menggemberikan karena di dalamnya mengandung pesan moral untuk saling membahagiakan satu sama lain.
Mbah Umiah pun terlihat bahagia melihat keluarganya berkumpul menjadi satu tepat dalam acara tradisi angon putu. Dirinya berharap, semua anggota keluarganya bisa rukun dan dilimpahi dengan keberkahan oleh Allah SWT.
“Saya doakan semuanya sehat dan selamat. Semoga selalu baik, rukun, sehat, panjang umur, barokah, dan taat kepada Allah,” pungkasnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus S – Koran Lingkar)